Pertanian Organik Jepang (Referensi Untuk Pembangunan Pertanian Organik di Grobogan)

Pertanian Organik Jepang (Referensi Untuk Pembangunan Pertanian Organik di Grobogan)

rumah_kaca

Greenhouse (Lahan Bertani Organik yang Simpel dan Pemanfaatan Pekarangan di Jepang) (sumber : www.greenhouse_galery.com)

Indonesia sudah mulai mengarah ke Pertanian Organik, terkait dengan dampak dari pertanian secara kimia yang semakin terasa dan permintaan pasar terhadap produk pertanian organik yang semakin diminati. Demikian juga dengan keberadaan pertanian di Kabupaten Grobogan, sebagai salah satu sentra padi di Propinsi Jawa Tengah, tentu saja pertanian organik mulai menjadi wacana lokal dan dilirik pasar-pasar baik lokal maupun nasional. Sehingga hal ini memacu para petani di Kabupaten Grobogan untuk segera bertani secara organik.

Saat ini di Kabupaten Grobogan sudah paling tidak sudah memiliki 2 Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) yang konsentrasi di bidang Padi Organik. Adapun ke dua Gapoktan tersebut terdapat di Kecamatan Godong. Beberapa Gapoktan di Kabupaten Grobogan juga sudah mulai mengarah ke sana. Untuk memperkuat semangat dan menambah tentang wawasan bagaimana cara mengembangkan pertanian organik di Kabupaten Grobogan, tentu saja akan lebih efektif jika kita bersama-sama memahami bagaimana Jepang membangun pertanian organik di negaranya. Sebab Jepang merupakan salah satu Negara Asia yang mempelopori berdirinya pertanian organik di Asia.

Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa "˜tradisional"™nya?  Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!

Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.

Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buah dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.

Hasil pertanian segar 

Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.

Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, "˜produksi lokal, dan konsumsi lokal"™.

Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.

Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.

Bantuan Pemerintah 

Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

Pelajaran dari Pengembangan Organik Jepang

Banyak hal yang dapat kita petik dari cara Jepang mengembangkan pertanian organik. Setidaknya ada 3 hal yang dapat kita adopsi, yakni: 1)Kearifan Lokal; 2)Permintaan Pasar; 3)Dukungan Pemerintah.

Indonesia dari awal berdirinya sudah dikenal sebagai negara agraris. Yang mana "orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman" (Koes Plus, Musisi Legendaris Indonesia). "Zamrud khatulistiwa" selalu melekat menjadi julukan bagi Indonesia karena kesuburannya yang menyebabkan Indonesia dikenal dengan hijaunya. "Gemah Ripah Loh Jinawi" demikian Penjajah Belanda, Spanyol dan Portugis menjuluki Keramahtamahan Nenek Moyang kita dan kesuburan tanah kita. Ini semua kita kenal dengan kearifan lokal yang kita miliki.

Akan tetapi kini semua kearifan lokal tersebut semakin terkikis oleh kemajuan zaman. Makna dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan (P4) semakin kabur dari benak generasi muda. Padahal Pancasila adalah fondasi dari berdirinya bangsa ini. Apabila fondasi dari suatu bangsa telah rapuh, tentu saja bangsa tersebut akan semakin terancam runtuh. Hal ini terlihat dari telah terjadinya disintegrasi Timor Timur dari Negara Kesatuan Indonesia (NKRI).

Demikian juga dengan Kabupaten Grobogan yang dari sejarah berdirinya merupakan bagian dari Kerajaan Medang Kamolan. Yang mana penduduk di kerajaan tersebut terkanal dengan ramah tamah dan kemajuannya di bidang pertanian. Bahkan Aji Soko menyelamatkan para petani dari amukan Dewata Cengkar yang rakus dan bengis. Hal ini menandakan bahwa sejarah berdirinya Kabupaten Grobogan selalu berpihak kepada para petaninya.

Akan sangat ironis apabila bidang pertanian mulai ditinggalkan. Karena bidang pertanian adalah bidang utama penopang perekonomian di Kabupaten Grobogan. Pertanian menopang pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam empat tahun berturut-turut (2006-2009) rata-rata sebesar 4% (BPS Kabupaten Grobogan, 2009). Hal ini menunjukkan peran pertanian dalam membangun Grobogan masih besar. Akan tetapi sebenarnya nilai tersebut masih sangat potensi untuk naik apabila Pemerintah Daerah kabupaten Grobogan lebih memperhatikan kemajuan pertanian Kabupaten Grobogan.

Adapun yang dapat dilakukan pemerintah Kabupaten Grobogan terkait dengan Pembangunan Pertanian Organik untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Grobogan adalah dengan : 1) menjaga stabilitas pasar pertanian; 2)mengkondusifkan birokrasi pemerintahan agar dapat mengundang investor untuk mengembangkan usaha agribisnis di Kabupaten Grobogan; 3)konsolidasi lahan pertanian dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

Menjaga stabilitas pasar pertanian telah mulai terlihat di Kabupaten Grobogan, yakni dengan berdirinya Pasar Hortikultura yang baru-baru ini telah dibuka. Hal ini merupakan berita yang baik bagi para petani hortikultura di Kabupaten Grobogan. Demikian juga seharusnya pasar-pasar untuk komoditas tanaman pangan juga mulai dikondusifkan dari tekanan dan permainan para tengkulak. Petani Kabupaten Grobogan secara teknologi budidaya telah maju, hal ini terlihat dari peningkatan produksi padi secara signifikan selama 2 tahun berturut-turut di atas 5%, sehingga mendapatkan penghargaan langsung dari Presiden RI.

Akan tetapi peningkatan produktivitas dan produksi belum cukup untuk mensejahterakan para Petani Grobogan. Hal ini terbukti dengan rendahnya harga jual komoditas tanaman pangan di Kabupaten Grobogan. Kita bisa belajar dari Jepang dengan cara menciptakan sistem resi gudang (SRG) yang baru-baru ini mulai dikembangkan di Grobogan. Namun jangan hanya hal tersebut sebagai gebrakan awal yang insidental, dan seharusnya hal tersebut menjadi konsentrasi pemerintah untuk menstabilkan harga jual komoditas pertanian dari petani Grobogan. Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan harus berkonsentrasi untuk memperjuangkan sistem tersebut.

Karawang dapat menjadi penghasil andalan beras di Indonesia karena dukungan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan usaha agribisnis di daerah tersebut. Pemerintah Karawang menata birokrasinya secara kondusif agar dapat mendatangkan para investor untuk mendirikan perusahaan di bidang agribisnis. Dan hasilnya sangat menakjubkan, secara perlahan dan pasti para petani mulai tidak kesulitan dalam menjual hasil pertaniannya dengan harga yang relatif tinggi serta terhindar dari tekanan dan permainan dari para tengkulak.

Pemerintah Jepang benar-benar serius dalam menjaga eksistensi lahan pertaniannya. Hal ini dilakukan dengan meninggikan biaya alih fungsi lahan. Hal ini tentu saja dapat dilakukan apabila peta dari lahan pertanian dan lahan-lahan lainnya tersaji dengan jelas. Permasalahan yang ada di Kabupaten Grobogan dan di Indonesia pada umumnya adalah kurang jelasnya peta fungsi lahan tersebut. Hal ini harus segera diatasi, terutama di Kabupaten Grobogan.

Dengan demikian para petani di Kabupaten Grobogan dapat meningkat. Bila petani semakin sejahtera, artinya masyarakat Grobogan pun semakin sejahtera, karena sebagian besar penduduk Kabupaten Grobogan berprofesi sebagai petani. Dukungan dari pihak swasta dan masyarakat secara terpadu dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan sangat berperang dalam membangun Kabupaten Grobogan secara berkesinambungan.

Sumber Pustaka :

1.  http://www.livescience.com/health/060905_bad_farming.html

2.  BPS Kabupaten Grobogan, 2009

Artikel ini ditulis oleh : Mutowal