Pjs Bupati Grobogan Haerudin melangsungkan acara panen bawang merah di lahan Kelompok Tani Ngudi Makmur Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Jumat (23/10/2020). Ikut mendampingi dalam kesempatan itu, Plt Kadinas Pertanian Grobogan Sunanto dan sejumlah pejabat lainnya.
Selain panen, Pjs Bupati Grobogan juga sempat melakukan sarasehan dengan para petani. Acara panen dan sarasehan ini dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan karena masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Pjs Bupati Grobogan Haerudin mengatakan, pertanian merupakan sektor primer yang sangat strategis karena memberi kontribusi 43,6 persen dari total PDRB Kabupaten Grobogan setiap tahun. Dengan demikian, pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Grobogan amat tergantung pada keberhasilan sektor pertanian.
Haerudin menjelaskan, sejauh ini, Grobogan merupakan daerah penyangga pangan tingkat provinsi maupun nasional. Khususnya untuk komoditas padi, jagung, kedelai dan kacang hijau. Disamping itu, komoditas hortikultura tanaman buah, sayur dan biofarmaka) juga berkembang pesat, termasuk bawang merah.
Menurutnya, Kabupaten Grobogan sejauh ini memang bukan merupakan daerah sentra utama produksi bawang merah di Jawa Tengah. Meski demikian, petani Grobogan justru menorehkan prestasi tersendiri. Yakni, berhasil menjadi pioner pengembangan benih bawang merah asal biji atau lebih dikenal dengan sebutan TSS.
"Inovasi benih TSS ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani bawang merah nasional. Disamping dapat meningkatkan produksi, teknologi ini diharapkan juga dapat mendorong terwujudnya stabilitas harga konsumen yang wajar, sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan riil petani bawang merah," jelasnya.
Pemerintah telah menetapkan tujuh komoditas pangan yang menjadi prioritas nasional. Yaitu beras, jagung, kedelai, daging, gula, cabai dan bawang merah.
Ketujuh komoditas tersebut tidak saja menjadi bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat banyak. Tetapi seringkali juga menjadi salah satu sumber penyebab tingginya inflasi.
Inflasi yang tinggi tentunya akan menggerogoti pendapatan riil masyarakat, yang juga akan mendorong ekonomi biaya tinggi. Akibatnya daya saing produk lokal juga akan menurun dan pertumbuhan ekonomi akan tertekan.
Dengan demikian, ketujuh komoditas tersebut tidak saja harus disediakan dalam jumlah yang cukup, tetapi juga harus dijaga agar tidak terjadi fluktuasi harga yang terlalu tinggi yang dapat memicu inflasi.
Sementara itu, Plt Kadinas Pertanian Grobogan Sunanto mengungkapkan, komoditas bawang merah mulai berkembang sekitar delapan tahun yang lalu. Kemudian, pada kurun waktu lima tahun terakhir mengalami kenaikan pertanaman yang cukup pesat.
Dijelaskan, pada tahun 2015 luas panen bawang merah di Grobogan baru sekitar 563 hektar dengan produksi 5.330 ton. Selanjutnya, pada tahun 2019 luas panennya mencapai 1.325 hektar dengan produksi 12.680 ton.
"Untuk tahun 2020 sampai dengan bulan September kemarin, luas panen tanaman bawang merah telah mencapai 1.283 hektar dengan produksi sebanyak 12.830 ton. Jadi, terjadi kenaikan luas panen 235 persen dan produksi 238 persen," jelas Sunanto Menurut Sunanto, adapun daerah sentra bawang merah di Grobogan terdapat di beberapa kecamatan. Antara lain, Kecamatan Penawangan, Klambu, Toroh, Tanggungharjo, Godong, Gubug, Tegowanu dan Purwodadi.